Ada Geylang di Muara Bungo
(versi lain dari Te-We bersama Gol A Gong)
Saya
belum pernah ke Geylang, Singapore. Tapi tatkala mas Gol A Gong menyatakan
tempat dan bangunan itu mirip pertokoan di kawasan Geylang, saya jadi terusik. Ah,
benarkah?
Iseng
saya buka situs dari traveler lain, Oiyaa, betul adanya. Mirip sekali.
Geylang
versi kota Muara Bungo tersebut terletak di Jalan Dahlia, pusat kota Bungo (6-7
jam perjalanan darat dari kota Jambi).
Pagi
itu, sambil relaksasi dan olahraga ringan, kami (saya, Gol A Gong dan Yusnaldi)
menyusuri pusat kota Bungo dengan berjalan kaki menuju Jalan Dahlia, lapangan
Semagor (sekilas mirip nama makanan Batagor J)
dan rumah tua yang jadi markas veteran sekarang.
Ohya,
by the way eniwey busway. Before to our topic, saya ingin
memperkenalkan bung Yusnaldi ini. Beliau adalah fans Balada Si Roy yang
terinspirasi dan termotivasi dari bacaan buku tersebut hingga bela-belain
datang dari Pariaman (Sumbar) untuk menjumpai mas Gong di Bungo. Kalau ga salah
perjalanan sekitar 8 jam. Bung Yusnaldi bekerja di harian Singgalang dan
kebetulan pula senior saya waktu di Unand.
Back
to our topic. Mas Gong mengajarkan kepada saya sebagai calon travel writer atau
Backpacker atau pelancong yang penulis bahwa ambillah angle (sudut penulisan). Travel writer tidak hanya ‘Melihat’ tapi ‘Menemukan.’
Nah ini, pelajaran berharga bagi saya. Soalnya selama ini, selama perjalanan
saya di Jambi saja (sebelum saya dapat ilmu dari mas Gong) hanya sekadar
jalan-jalan, refreshing, melihat dan
menikmati tanpa menemukan ‘sesuatu’ yang bisa ditulis dan dilaporkan. Hanya itu.
Kasihan ya saya J.
Dan dulu,
saat saya SMA pas main ke Bungo ini, dan kota ini masih teramat sepi, saya
melihat Geylang versi Bungo ini hanya seperti bangunan tua yang tidak ada
menariknya sama sekali dan ‘biasa’ saja. Padahal kalau dengan kata ‘ menemukan’
tersebut jelaslah bahwa potensi bangunan bersejarah kota ini elok dan bisa
digarap lebih maksimal. Seandainya bangunan ini diperindah lagi dan dibuat
lebih rapi (memoles kaki limanya, mengecat tembok yang terkelupas, merehab kayu
yang sudah lapuk) niscaya tempat bersejarah ini bisa tetap lestari dan
dinikmati oleh orang lokal dan pelancong yang singgah ke Bungo. Dan Geylang itu
hadir pula di kota ini, bukan?